Senin, 01 November 2010

Terlambat Mengerti

Fenomena la nina yang melanda sebagian wilayah di Indonesia begitu
berpengaruh di desa kecil di Sumbermanjing Wetan, kab. Malang ini. Di
Desa Sidoasri pada bulan September 2010 saja banjir terjadi hingga 4
kali. Asal ada hujan deras selama 2 hingga 3 jam saja sudah bisa
dipastikan air sungai akan segera memasuki perkampungan warga desa.
Salah satu banjir yang terbesar hingga merendam kurang lebih 300an
rumah warga.

Karakter banjir pun adalah air lewat saja, bukan menggenang hingga
beberapa hari, karena lokasi desa yang ada di dalam range 5km dari
pantai. Air sungai meluap, dan segera lewat menuju samudera. Karena
karakter ini juga yang membuat banjir tak terlihat parah dan tampak
kurang "menyiksa". Namun ada penderitaan yang tertangkap adalah
keputusasan warga dalam menghadapi banjir yang selalu mengikuti hujan
deras. Jika hujan turun pada siang atau sore ya lumayan, namun jika
malam atau dini hari maka terpaksa tidak tidur. Ya kejenuhan yang
menjadi masala.

Ditengah kejenuhan itu ada sekelompok orang yang merenungi hal itu,
dalam perenungan itu mereka menemukan bahwa salah satu penyebab
mudahnya air sungai meluap adalah sungai yang mengalami pendangkalan.
Mereka pun merunut lagi, kenapa sungai mengalami pendangkalan ? Mau
tidak mau, mereka melihat bahwa ada praktik tidak sehat yang ada di
desa itu, yaitu destruktiv logging. Ada guratan-guratan akibat longsor
yang terlihat jelas di sisi gunung yang mengarah ke sungai.

Longsoran-longsoran itu hanya tambahan saja, sebelum ada guratan tanah
longsor yang terlihat, sungai sudah mengalami pendangkalan. Akibat
pembukaan hutan, dan mengganti tumbuhan hutan dengan pisang dan kopi,
tanah-tanah menjadi lebih mudah terbawa air, proses ini terjadi selama
bertahun-tahun, dimulai ketika pembukaan hutan berlangsung. Para
perenung itupun mengingat masa-masa terjadinya pembukaan hutan itu.
Menyesal ? Tidak mereka tidak menyesali hal itu.

Ada dua pilihan hidup pada awal pembukaan hutan itu terjadi. Memilih
hidup miskin dengan hutan lestari atau perbaikan ekonomi dengan
membabat hutan. Sama-sama berat, bahkan dalam batin pun sebenarnya
berkecamuk hingga kini (dari sekian banyak warga desa ini tersisa 1
orang petani yang tidak mau membuka hutan dengan alasan ekologis).
Pilihan satu miskin di lumbung padi, pilihan dua, bisa jadi
makmur diantara bangkai.

Entah apa hasil dari perenungan beberapa orang itu, namun semoga bukan
sesuatu yang terlambat. Doakan semoga mereka bisa menyusun aksi dalam
waktu yang lebih cepat, sukur-sukur bisa memberi alternatif dari dua
pilihan hidup dia atas.